Rabu, 13 November 2013

MAKALAH HASIL REKAMAN TANGGAL 07 NOVEMBER 2013





Nama   : Nur Choiro Siregar
NIM    : 13709251010
Prodi   : P.Mat-A PPS UNY
 

Rekaman Mata Kuliah Filsafat Ilmu Oleh Prof .Dr. Marsigi
Di ruang : 300B Gedung lama, di sampaikan pada hari kamis jam 10.15-12.45 tanggal 07 November 2013 di kelas P.Mat-A PPs UNY

Dari uraian Prof. Dr. Marsigit pada tanggal 07 November yang lalu, hal yang paling fokus pada makalah ini tentang gambaran tentang filsafat Indonesia dengan filsafat dunia luar. Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab فلسفة, yang juga diambil dari bahasa Yunani; philosophia. Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = “kebijaksanaan”). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan”. Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut “filsuf”. Dalam membangun tradisi filsafat banyak orang mengajukan pertanyaan yang sama, menanggapi, dan meneruskan karya-karya pendahulunya sesuai dengan latar belakang budaya, bahasa, bahkan agama tempat tradisi filsafat itu dibangun. Oleh karena itu, filsafat biasa diklasifikasikan menurut daerah geografis dan latar belakang budayanya. Kategori menurut wilayah bisa dibagi menjadi: “Filsafat Barat”, “Filsafat Timur”, dan “Filsafat Timur Tengah”.
Pertama Filsafat Barat adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini berkembang dari tradisi filsafat orang Yunani kuno. Tokoh utama filsafat Barat antara lain Plato, Thomas Aquinas, Réne Descartes, Immanuel Kant, Georg Hegel, Arthur Schopenhauer, Karl Heinrich Marx,Friedrich Nietzsche, dan Jean-Paul Sartre.
Kedua Filsafat Timur. Filsafat Timur adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia, khususnya di India, Republik Rakyat Cina dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya. Sebuah ciri khas Filsafat Timur ialah dekatnya hubungan filsafat dengan agama. Meskipun hal ini kurang lebih juga bisa dikatakan untuk Filsafat Barat, terutama di Abad Pertengahan, tetapi di Dunia Barat filsafat masih lebih menonjol daripada agama. Nama-nama beberapa filsuf Timur, antara lain Siddharta Gautama/Buddha, Bodhidharma, Lao Tse, Kong Hu Cu, Zhuang Zi dan juga Mao Zedong.
Ketiga Filsafat Timur Tengah. Filsafat Timur Tengah dilihat dari sejarahnya merupakan para filsuf yang bisa dikatakan juga merupakan ahli waris tradisi filsafat barat. Sebab para filsuf Timur Tengah yang pertama-tama adalah orang-orang Arab atau orang-orang Islam dan juga beberapa orang Yahudi, yang menaklukkan daerah-daerah di sekitar Laut Tengah dan menjumpai kebudayaan Yunani dengan tradisi falsafi mereka. Lalu mereka menterjemahkan dan memberikan komentar terhadap karya-karya Yunani. Bahkan ketika Eropa setalah runtuhnya Kekaisaran Romawi masuk ke Abad Pertengahan dan melupakan karya-karya klasik Yunani, para filsuf Timur Tengah ini mempelajari karya-karya yang sama dan bahkan terjemahan mereka dipelajari lagi oleh orang-orang Eropa. Nama-nama beberapa filsuf Timur Tengah adalah Ibnu Sina, Ibnu Tufail, Kahlil Gibran dan Averroes.
Keempat Filsafat Indonesia adalah sebutan umum untuk tradisi kefilsafatan yang dilakukan oleh penduduk yang mendiami wilayah yang belakangan disebut Indonesia. Filsafat Indonesia diungkap dalam berbagai bahasa yang hidup dan masih dituturkan di Indonesia (sekitar 587 bahasa) dan 'bahasa persatuan' Bahasa Indonesia, meliputi aneka mazhab pemikiran yang menerima pengaruh Timur dan Barat, disamping tema-tema filosofisnya yang asli.
Istilah Filsafat Indonesia berasal dari judul sebuah buku yang ditulis oleh M. Nasroen, seorang Guru Besar Luar-biasa bidang Filsafat di Universitas Indonesia, yang di dalamnya ia menelusuri unsur-unsur filosofis dalam kebudayaan Indonesia. Semenjak itu, istilah tersebut kian populer dan mengilhami banyak penulis sesudahnya seperti Sunoto, R. Parmono, Jakob Sumardjo, dan Ferry Hidayat. Sunoto, salah seorang Dekan Fakultas Filsafat di Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, menggunakan istilah itu pula untuk menyebut suatu jurusan baru di UGM yang bernama Jurusan Filsafat Indonesia sampai saat ini. Para pengkaji Filsafat Indonesia mendefinisikan kata 'Filsafat Indonesia' secara berbeda, dan itu menyebabkan perbedaan dalam lingkup kajian Filsafat Indonesia. M. Nasroen tidak pernah menjelaskan definisi kata itu. Ia hanya menyatakan bahwa “Filsafat Indonesia” adalah bukan Barat dan bukan Timur, sebagaimana terlihat dalam konsep-konsep dan praktek-praktek asli dari mupakatpantun-pantunPancasilahukum adatgotong-royong, dan kekeluargaan  (Nasroen 1967:14, 24, 25, 33, dan 38). Sunoto mendefinisikan “Filsafat Indonesia” sebagai ...kekayaan budaya bangsa kita sendiri...yang terkandung di dalam kebudayaan sendiri (Sunoto 1987:ii), sementara Parmono mendefinisikannya sebagai ...pemikiran-pemikiran...yang tersimpul di dalam adat istiadat serta kebudayaan daerah (Parmono 1985:iii). Sumardjo mendefinisikan kata 'Filsafat Indonesia' sebagai ...pemikiran primordial... atau pola pikir dasar yang menstruktur seluruh bangunan karya budaya...(Jakob Sumardjo 2003:116). Keempat penulis tersebut memahami filsafat sebagai bagian dari kebudayaan dan tidak membedakannya dengan kajian-kajian budaya dan antropologi. Secara kebetulan, Bahasa Indonesia sejak awal memang tidak memiliki kata 'filsafat' sebagai entitas yang terpisah dari teologi, seni, dan sains. Sebaliknya, orang Indonesia memiliki kata generik, yakni, budaya atau kebudayaan, yang meliputi seluruh manifestasi kehidupan dari suatu masyarakat. Filsafat, sains, teologi, agama, seni, dan teknologi semuanya merupakan wujud kehidupan suatu masyarakat, yang tercakup dalam makna kata budaya tadi. Biasanya orang Indonesia memanggil filsuf-filsuf mereka dengan sebutan budayawan (Alisjahbana 1977:6-7). Karena itu, menurut para penulis tersebut, lingkup Filsafat Indonesia terbatas pada pandangan-pandangan asli dari kekayaan budaya Indonesia saja. Hal ini dipahami oleh pengkaji lain, Ferry Hidayat, seorang lektur pada Universitas Pembangunan Nasional (UPN) “Veteran” Jakarta, sebagai “kemiskinan filsafat”. Jika Filsafat Indonesia hanya meliputi filsafat-filsafat etnik asli, maka tradisi kefilsafatan itu sangatlah miskin. Ia memperluas cakupan Filsafat Indonesia sehingga meliputi filsafat yang telah diadaptasi dan yang telah “dipribumikan”, yang menerima pengaruh dari tradisi filosofis asing. Artikel ini menggunakan definisi penulis yang terakhir.
Filsafat Indonesia adalah filsafat yang diproduksi oleh semua orang yang menetap di wilayah yang dinamakan belakangan sebagai Indonesia, yang menggunakan bahasa-bahasa di Indonesia sebagai mediumnya, dan yang isinya kurang-lebih memiliki segi distingtif bila dibandingkan dengan filsafat sejagat lainnya. Sebagai suatu tradisi pemikiran abstrak, menurut studi Mochtar Lubis, Filsafat Indonesia sudah dimulai oleh genius lokal Nusantara di era neolitikum, sekitar tahun 3500–2500 SM (Mochtar Lubis, Indonesia: Land under The Rainbow, 1990, h.7). Tapi, sebagai nama kajian akademis (di antara kajian-kajian akademis yang lain, seperti kajian “Filsafat Timur” atau “Filsafat Barat”), Filsafat Indonesia merupakan kajian akademis baru yang berkembang pada dasawarsa 1960-an, lewat tulisan rintisan M.Nasroen, Guru Besar Luar Biasa pada Jurusan Filsafat di Universitas Indonesia, yang berjudul Falsafah Indonesia (1967).

Selasa, 22 Oktober 2013



Tugas filsafat
10 Soal beserta jawabannya
 (Perntanyaan dari saudari Yuliana dan di jawab oleh Nur Choiro Siregar)
P.MAT - A PPS UNY

11.    Apa bedanya filsafat ilmu dengan filsafat?
Jawab: Secara umum filsafat ilmu memberikan landasan umum filosofis dari setiap ilmu, dapat dipersingkat melalui tiga pertanyaan penting; apa yang ingin kita ketahui? Bagaimana cara kita memperoleh pengetahuan? Dan apakah nilai pengetahuan tersebut bagi kita?, sedangkan filsafat itu adalah ilmu yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran atau rasio. Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.
22. Siapakah yang berhak belajar fisafat?
Jawab: Semua berhak belajar filsafat sebab obyek studi filsafat berada pada pengalaman kehidupan yang dialami oleh si pemikir. Tetapi perlu dicatat bahwa bukanlah filsafat itu sama dengan berfikir. Berfilsafat memanglah mengaktifkan aktifitas berfikir, tetapi belum tentu setiap aktifitas berfikir disebut sebagai aktifitas filsafat.
33. Bagaimana seseorang dapat disebut Kapitalis?
Jawab: Seorang di katakan kapitalis jika ia telah membuta dengan sifat kemanusiaan manusia sebagai makhluk sesamanya di dunia ini. Mereka dengan buas dan bringas berupaya memacu setinggi-tingginya akumulasi kapitalnya, dengan mengedepankan sifat kebinatangannya. Yang menurut hegel dalam The Phenommenology of the Spirit menggambarkannya sebagai perwujudan dari ”kerajaan spiritual para binatang”. Artinya mereka seolah membuang rasa malu, kasihan, kolektivitas kebersamaan, saling menghargai, toleransi serta saling menolong sebagai makhluk sesama di dunia ini, ketika dikaitkan dengan relasi produksi.
44. Mengapa ketika kita membaca elegi harus secara ikhlas?
Jawab: Sebab membaca elegi itu adalah ibadah, ibadah akan bernilai jika diiringi oleh iklas. Keikhlasan akan menghasilkan kemajuan, persaudaraan, loyalitas, kedamaian, dan produktivitas tinggi.
55. Menurut saudari mengapa filsafat sulit dipelajari?
Jawab: Karena cakupannya yang sangat luas dan kesan terhadap studi filsafat seringkali cenderung terlalu berat dan dianggap sebagai ilmu yang istimewa, sehingga hanya orang-orang tertentu yang mau dan mampu mempelajarinya.
66. Menurut anda apakah spiritual bersifat universal?
Jawab: Suara hati merupakan kunci spiritualitas karena ia merupakan pancaran sifat-sifat Illahi. Sifat-sifat Illahi dihembuskan Tuhan kepada jiwa manusia, sehingga manusia mempunyai keinginan-keinginan dalam hidupnya. Menurut ary Ginanjar Agustian, suara hati manusia pada dasarnya bersifat universal (sehingga agama juga bersifat universal), dengan catatan manusia tersebut telah mencapai titik Zero Mind dan terbatas dari paradigma dan belenggu.
77. Menurut saudari apa perbedaan antara spiritul dengan agama?
Jawab: Spiritual mengandung makna rohaniah atau sesuatu yang berkenaan dengan rohani atau batin. Rohani merupakan karunia Tuhan yang diberikan kepada manusia yang berada didalam hati. Hati selalu berkata jujur, tidak pernah bohong. Sedangkan agama berasal dari kata sansakerta yang artinya tidak kacau. Ini mengandung pengertian bahwa agama adalah: suatu peraturan yang mengatur kehidupan manusia agar tidak kacau. Menurut inti maknanya yang khusus, kata agama dapat disamakan dengan kata religion dalam bahasa Inggris, dan religidari akar kata belanda. Sedang dalam bahasa Arab, agama dikenal dengan kata al-din dan al-Milah. Al-din berarti agama sifatnya umum, artinya tidak ditunjukkan kepada salah satu agama. Ia adalah nama untuk setiap kepercayaan yang ada didunia ini.
88. Apa pendapat anda mengenai pluralisme?
Jawab: Pluralisme adalah suatu paham atau pandangan hidup yang mengakui dan menerima adanya “kemajemukan” atau “keanekaragaman” dalam suatu kelompok masyarakat. Kemajemukan dimaksud misalnya dilihat dari segi agama, suku, ras, adat-istiadat, dll. Segi-segi inilah yang biasanya menjadi dasar pembentukan aneka macam kelompok lebih kecil, terbatas dan khas, serta yang mencirikhaskan dan membedakan kelompok yang satu dengan kelompok yang lain, dalam suatu kelompok masyarakat yang majemuk dan yang lebih besar atau lebih luas. Misalnya masyarakat Indonesia yang majemuk, yang terdiri dari pelbagai kelompok umat beragama, suku, dan ras, yang memiliki aneka macam budaya atau adat-istiadat.
99. Apa pendapat anda mengenai pemberlakuan kurikulum 2013?
Jawab: Dilihat dari sudut pandang tujuan/harapan sangat setuju pemberlakuan kurikulum ini. Sebab harapan diberlakukannya kurikulum 2013 ialah mencetak peserta didik yang cerdas, berkarakter, dan siap berkompetisi. Namun jika dilihat kenyataannya di lapangan kurikulum ini masih banyak ditemui kejanggalan. Baik dari kesiapan guru dan murid serta buku yang di terapkan.
110. Apa yang dimaksud dengan menilai secara normatif?
Jawab: menilai secara normatif yaitu menilai dari sumua aspek khususnya yang berkaitan dengan ranah afektif. Pemberlakuan penilaian normatif memiliki peran yang urgen. Sebab orang cerdas tanpa norma akan membawa kebinasaan, sebaliknya orang yang bernorma akan lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan formalnya. Namun akan menjadi sempurna lagi jika seseorang mengimbangi keduanya.

Rabu, 25 September 2013




Rekaman Mata Kuliah Filsafat Ilmu Oleh Prof .Dr. Marsigi
Di ruang : 300B Gedung lama, di sampaikan pada hari kamis jam 10.15-12.45 tanggal 19 September 2013 mengenai tanya jawab, di kelas P.Mat-A PPs UNY



Pertanyaan dari saudari Nisa adalah : bagaimana hubungan dunia ghaib dengan filsafat?
Defenisi ghaib
Secara bahasa, kata ghaib (غَيْبٌ) berarti ‘tertutupnya sesuatu dari pandangan mata’. Karena itu, matahari ketika terbenam atau seseorang yang tidak berada di tempat juga disebut ghaib (غَيْبٌ). Secara singkat dapat dikatakan bahwa ghaib (غَيْبٌ) adalah lawan “nyata”. Kata ghaib (غَيْبٌ) dalam bentuk mufrad (tunggal) diulang sebanyak 49 kali di dalam Al-Qur’an. Sedangkan ghaib menurut istilah adalah sesuatu yang tidak tampak oleh panca indra tapi ada dalil tertulis yang menjelaskan akan keberadaannya. Apabila ada dalil dari ayat atau hadits yang shahih akan keberadaan sesuatu yang ghaib itu lalu diingkari, maka pengingkaran itu bisa menjadikan pelakunya kafir. Karena dia telah mengingkari bagian dasar dari ajaran agama yang penting yaitu sebahagian dari rukun iman .
Bagaiamana hal yang ghaib itu ada dan hal-hal apa saja yang meliputi tentang ghaib. Untuk mengadakan hal yang ghaib itu ada adalah dengan mengadakan ghaib itu dalam diri kita sendiri, dengan kata lain, kita cukup percaya (beriman) dan mengakui secara dhohir dan batin. Hal-hal yang mencakup ghaib itu terdapat dalam enam prinsip keimanan, yaitu: percaya kepada yang ghaib, percaya kepada malaikat, percaya kepada wahyu yang diturunkan Allah, percaya kepada adanya akhirat/kiamat, percaya kepada nabi-nabi dan percaya kepada qadar atau takdir. Percaya (iman) pada adanya Allah, pada malaikat-Nya, dan pada hari kiamat merupakan tiga poin dari enam poin rukun Iman, di mana seorang muslim wajib mempercayainya. Bahwa tiga poin tersebut terkait erat dengan sesuatu yang ghaib. 

Mengimani yang ghaib merupakan salah satu ciri dari hamba yang bertakwa kepada Allah SWT. Dengan keimanan ini, tentu kita bukan sekedar menganggap ciptaan ghaib itu maujud/ada, namun diharapkan juga kita senantiasa meningkatkan kualitas pengenalan kita terhadapnya agar bisa kita gunakan sebagai sarana peningkatan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah sebagai Pencipta sekaligus Pengaturnya. Hal ini dapat kita lihat pada QS Al-Baqarah: 3 sebagai berikut:

الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلاَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُوْنَ

“Mereka yang percaya kepada yang ghaib, dan mereka yang mendirikan sembahyang, dan dari apa yang Kami anugerahkan kepada mereka, mereka dermakan”. (ayat: 3)

Bagaimana hubungan antara filsafat dengan dunia ghaib?

Sebelum membahas hubungnanya, terlebih dahulu kita harus mengetahui apa yang dimaksud dengan filsafat, bagaimana teknik berfilsafat dan apa manfaat dari filsafat tersebut. Filsafat yang dikembangkan penulis adalah filsafat yang memandang bahwa dunia ghaib itu adalah keyakinan atau disebut juga dengan spiritualism. Jika kita beranjak dari spiritualism. Maka sangat eratlah filsafat dengan adanya keyakinan kita dengan dunia ghaib. Filsafat spiritualism dapat kita peroleh dari pengalaman yang terjadi dalam diri kita, logika kita, beserta pengalaman dan referensinya, pengalaman atau pengalaman dari orang lain. Selain itu, filsafat spiritualism bersifat intensif (sedalam-dalamnya) dan eksentif (seluas-luasnya) dan memiliki dimensi tertinggi hanyalah milik Allah SWA.
Contohnya saja pikiran anda berbeda dengan saya, perbedaan antara pendapat saya dengan teman saya tentang “batu”. menurut pendapat saya batu itu ghaib karena dalam pikiran saya batu ini saya defenisikan dari segi pandang spiritualsm, sedangkana menurut teman saya batu itu adalah cinta. Dari setiap permasalahan yang timbul diantara kami dalam memahami batu saja terdapat pemikiran yang berbeda. Oleh karena itu fisafat itu adalah diri kita sendiri. Namun ketika kita berfilsafat tentang hal apaun maka filsafat kita itu tidak terlepas dari peran Sang Pencipta, sebab semua kekuasaan adalah diatas naungan oleh Tuhan. Contoh yang paling dekat dengan kita adalah diri kita sendiri yang sangat ghaib, kenapa tidak, salah satu unsur yang ada pada diri kita adalah “ruh” yang sampai sekarang tidak ada satu ilmuan pun bisa mengkaji ruh secara mendalam. Dari hal inilah saya berpendapat bahwa diri saya juga makhluk ghaib.
Agara lebih jelas lagi kita bisa melihat bagan berikut ini, yang menunjukkan adanya hubungan antara filsafat dengan dunia ghaib:
SPIRITUAL
FILSAFAT
NORMATIF
MATEMATATIKA
FORMAL
MATERIAL


 
                                            Bagan 1: Adab berfilsafat
Ketika pikiran atau filsafat kita sampai pada tingkatan spritual maka jelas bahwa manusia tidak bisa menjangkau oleh akalnya, hal ini wajar saja sebab Allah menganugrahkan ilmu itu kepada manusia hanya sedit saja. Hal ini tercantu pada Al-Quran Surat ayat:  . Akan tetapi banyak diantara manusia yang sombong untuk mengakui kelemahannya meski secara akalnya tidak terbukti akan filsafatnya itu. Sebab filsafatnya itu telah memasuki kawasan akan kekuasaan Allah yang secara mutlak hanya dimiliki oleh Allah SWA. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa jelas terdapat hubungan antara filsafat dengan dunia ghaib. Dan secara sifat juga sama-sama memiliki hubungan yang saling mendukung antara filsafat dan dunia ghaib yang terlihat bahwa keduanya memiliki sifat yang sama untuk dikembangkan, salah satunya adalah bersifat intensif (sifat sedalam-dalamnya). 
Wallahu a’lam bish-shawabi…