Rekaman Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Oleh Prof .Dr. Marsigi
Di ruang : 300B Gedung lama, di
sampaikan pada hari kamis jam 10.15-12.45 tanggal 19 September 2013 mengenai
tanya jawab, di kelas P.Mat-A PPs UNY
Pertanyaan
dari saudari Nisa adalah : bagaimana hubungan dunia ghaib dengan filsafat?
Defenisi ghaib
Secara
bahasa, kata ghaib (غَيْبٌ) berarti ‘tertutupnya sesuatu dari pandangan mata’.
Karena itu, matahari ketika terbenam atau seseorang yang tidak berada di tempat
juga disebut ghaib (غَيْبٌ). Secara singkat dapat dikatakan bahwa ghaib
(غَيْبٌ) adalah lawan “nyata”. Kata ghaib
(غَيْبٌ) dalam bentuk mufrad (tunggal) diulang sebanyak 49 kali di dalam
Al-Qur’an. Sedangkan ghaib menurut istilah adalah sesuatu yang tidak tampak
oleh panca indra tapi ada dalil tertulis yang menjelaskan akan keberadaannya.
Apabila ada dalil dari ayat atau hadits yang shahih akan keberadaan sesuatu
yang ghaib itu lalu diingkari, maka pengingkaran itu bisa menjadikan pelakunya
kafir. Karena dia telah mengingkari bagian dasar dari ajaran agama yang penting
yaitu sebahagian dari rukun iman .
Bagaiamana hal yang ghaib itu ada dan hal-hal apa saja yang
meliputi tentang ghaib. Untuk mengadakan hal yang ghaib itu ada adalah dengan
mengadakan ghaib itu dalam diri kita sendiri, dengan kata lain, kita cukup
percaya (beriman) dan mengakui secara dhohir dan batin. Hal-hal yang mencakup ghaib
itu terdapat dalam enam prinsip keimanan, yaitu: percaya
kepada yang ghaib, percaya kepada malaikat, percaya kepada wahyu yang diturunkan
Allah, percaya kepada adanya akhirat/kiamat, percaya kepada nabi-nabi dan
percaya kepada qadar atau takdir. Percaya (iman) pada adanya Allah, pada
malaikat-Nya, dan pada hari kiamat merupakan tiga poin dari enam poin rukun
Iman, di mana seorang muslim wajib mempercayainya. Bahwa tiga poin tersebut
terkait erat dengan sesuatu yang ghaib.
Mengimani yang ghaib
merupakan salah satu ciri dari hamba yang bertakwa kepada Allah SWT.
Dengan keimanan ini, tentu kita bukan sekedar menganggap ciptaan ghaib itu maujud/ada,
namun diharapkan juga kita senantiasa meningkatkan kualitas pengenalan kita
terhadapnya agar bisa kita gunakan sebagai sarana peningkatan keimanan dan
ketakwaan kita kepada Allah sebagai Pencipta sekaligus Pengaturnya. Hal ini
dapat kita lihat pada QS Al-Baqarah: 3 sebagai berikut:
الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيْمُوْنَ
الصَّلاَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُوْنَ
“Mereka yang percaya kepada
yang ghaib, dan mereka yang mendirikan sembahyang, dan dari apa yang Kami anugerahkan
kepada mereka, mereka dermakan”. (ayat: 3)
Bagaimana hubungan antara filsafat
dengan dunia ghaib?
Sebelum
membahas hubungnanya, terlebih dahulu kita harus mengetahui apa yang dimaksud
dengan filsafat, bagaimana teknik berfilsafat dan apa
manfaat dari filsafat tersebut. Filsafat yang dikembangkan penulis adalah
filsafat yang memandang bahwa dunia ghaib itu adalah keyakinan atau disebut
juga dengan spiritualism. Jika kita beranjak dari spiritualism. Maka sangat
eratlah filsafat dengan adanya keyakinan kita dengan dunia ghaib. Filsafat
spiritualism dapat kita peroleh dari pengalaman yang terjadi dalam diri kita, logika
kita, beserta pengalaman dan referensinya, pengalaman atau pengalaman dari orang
lain. Selain itu, filsafat spiritualism bersifat intensif (sedalam-dalamnya)
dan eksentif (seluas-luasnya) dan memiliki dimensi tertinggi hanyalah milik
Allah SWA.
Contohnya saja pikiran anda berbeda dengan
saya, perbedaan antara pendapat saya dengan teman saya tentang “batu”. menurut
pendapat saya batu itu ghaib karena dalam pikiran saya batu ini saya
defenisikan dari segi pandang spiritualsm, sedangkana menurut teman saya batu
itu adalah cinta. Dari setiap permasalahan yang timbul diantara kami dalam
memahami batu saja terdapat pemikiran yang berbeda. Oleh karena itu fisafat itu
adalah diri kita sendiri. Namun ketika kita berfilsafat tentang hal apaun maka
filsafat kita itu tidak terlepas dari peran Sang Pencipta, sebab semua
kekuasaan adalah diatas naungan oleh Tuhan. Contoh yang paling dekat dengan
kita adalah diri kita sendiri yang sangat ghaib, kenapa tidak, salah satu unsur
yang ada pada diri kita adalah “ruh” yang sampai sekarang tidak ada satu ilmuan
pun bisa mengkaji ruh secara mendalam. Dari hal inilah saya berpendapat bahwa
diri saya juga makhluk ghaib.
Agara
lebih jelas lagi kita bisa melihat bagan berikut ini, yang menunjukkan adanya
hubungan antara filsafat dengan dunia ghaib:
SPIRITUAL
FILSAFAT
NORMATIF
MATEMATATIKA
FORMAL
MATERIAL
Bagan 1: Adab berfilsafat
Ketika
pikiran atau filsafat kita sampai pada tingkatan spritual maka jelas bahwa
manusia tidak bisa menjangkau oleh akalnya, hal ini wajar saja sebab Allah
menganugrahkan ilmu itu kepada manusia hanya sedit saja. Hal ini tercantu pada
Al-Quran Surat ayat: . Akan tetapi
banyak diantara manusia yang sombong untuk mengakui kelemahannya meski secara
akalnya tidak terbukti akan filsafatnya itu. Sebab filsafatnya itu telah
memasuki kawasan akan kekuasaan Allah yang secara mutlak hanya dimiliki oleh
Allah SWA. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa jelas terdapat hubungan antara filsafat
dengan dunia ghaib. Dan secara sifat juga sama-sama memiliki hubungan yang
saling mendukung antara filsafat dan dunia ghaib yang terlihat bahwa keduanya
memiliki sifat yang sama untuk dikembangkan, salah satunya adalah bersifat
intensif (sifat sedalam-dalamnya).
Wallahu a’lam bish-shawabi…